Ditulis oleh
Icol Dianto, S.Sos.I., M.Kom.I
Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Icol Dianto, S.Sos.I., M.Kom.I
Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada pertumbuhan
awal ilmu antropologi ini lebih pada antropologi fisikal (biologis) namun pada
perkembangan selanjutnya atropologis bergeser pada aspek sosial dan budaya
(kultural). Antropolog pada generasi pertama ini lebih evolusioner yang
memandang manusia tertata dalam keteraturan, seolah eskalator historis raksasa.
Mereka membagi kelompok masyarakat manusia pada tiga tingkatan yaitu:[1]
Pandangan
evolusi merupakan justifikasi dari misionaris Kristiani dan anti Darwin. Pandangan
evolusi ini juga sebagai justifikasi dari kolonialisme karena itu pandangan
evolusi sosial/ darwinisme tidak dapat diterima oleh intelektual-intelektual
terutama aliran fundamentalis populis USA.
Antropolog
pada generasi awal terlibat perdebatan tentang bentuk masyarakat manusia
pertama, apakah mereka dicirikan oleh perkawinan kelompok atau matriarkhi,
bentuk agama prasejarah (kuno) itu berupa magic, penyembahan pada kekuatan
alam, animisme, dan totemisme. Pada perdebatan itu, bagi sebagian orang dijadikan sebagai dalil memperkuat kebenaran
pandangan mereka dan bagi sebagian yang lain melihat bahwa kontinuitas sejarah
antara primitif dan modern adalah cara menolak kepalsuan dan meruntuhkan agama.
1.
Pandangan Sir
James Frazel dan Emil Durkheim
The Golden
Bough karya Sir James Frazel dipublikasikan pada 1980 memuat contoh-contoh
magic dan ritual dari teks klasik agama-agama mencakup seluruh dunia. Ia
melihat agama sebagai bentuk sihir (magic) fertilitas. Frazer mengemukakan skema
evolusi sederhana, suatu ekspresi rasionalisme sejarah manusia melewati tiga fase
yaitu magic, agama dan ilmu.
Pada sisi
lain, Emil Durkheim berpandangan lain (berbeda) dengan Frazer. Dalam karyanya
The Elementary Forms dipublikasikan pada 1912 di Perancis. Durkheim
berpandangan bahwa pengambilan contoh magic agama seluruh dunia tanpa
memperhatikan konteks aslinya dan menimbun terlalu tinggi adalah metode
antropologis yang keliru. Ekspresi keagamaan perlu dukungan pembuktian dan
perlunya menguji sebuah contoh secara mendalam. Perlu kajian antropologis pada
kasus tunggal dan berupaya menggali kebenaran darinya. Emil Durkheim
berpandangan bahwa semua agama adalah benar menurut kode masing-masing dan
memenuhi kondisi-kondisi tertentu dari eksistensi manusia. Agama primitif
adalah yang paling sederhana untuk menjelaskan watak kehidupan agama dengan
baik. Dengan menganalisis asal usul agama dapat menghantarkan seseorang pada
pengungkapan asal usul pemikiran manusia. Agama bukan keyakinan pada
supernatural melainkan agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan
praktik-praktik yang berhubungan dengan suatu yang sacred yaitu sesuatu
yang terasingkan dan terlarang, keyakinan-keyakinan, dan praktik-praktik yang
menyatu dalam suatu komunitas moral dimana semua orang tunduk kepadanya. Pemikiran
Durkheim tentang agama bahwa masyarakat memerlukan agama untuk menyatukan
anggota (klan) masyarakat pemuja. Setiap agama perlu adanya ritus-ritus sebagai
pemujaan, penyatuan dan ekspresi kegembiraan penganut agama. Emil Durkheim
melakukan penelitian mendalam pada suku Aborigin Autralia dan meneliti ritual
intichiuma yaitu suatu ritual ekspresi kegembiraan keagamaan totemisme (percaya
pada Kanguru) dengan membakar kanguru dan menyajikannya kepada para tetua suku.
2.
Karakteristik
Dasar Pendekatan Antropolis
Karakteristik
pendekatan antropologis adalah holistik yaitu pandangan bahwa praktik-praktik
sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik
yang berkaitan dengan yang lainnya dalam masyarakat. Antropolog melihat bahwa
agama berkaitan dengan praktik pertanian, kekeluargaan dan politik, magic dan
pengobatan secara bersama-sama. Salah seorang antropolog, Middleton meneliti
masyarakat Lugbara dalam mendalami kajian agama dari pendekatan antropologis
ini.
3.
Perdebatan-Perdebatan
Perdebatan
para antropolog mengenai definisi agama terus bergulir. Definisi klasik Taylor
menekankan bahwa agama adalah keyakinan pada ada yang spiritual. Definisi ini
diperbaharui oleh E. Spiro bahwa agama adalah suatu institusi yang muncul dari
interaksi yang dipola dan dipostulasikan secara kultural. Spiro menjelaskan
bahwa agama adalah simbol yang berperan untuk mengokohkan motivasi dan suasana
hati yang kuat, dapat dirasakan dan hadir dimanapun dan kekal dalam diri
seseorang dengan memformulasikan konsepsi tentang keteraturan eksistensi,
membungkus konsepsi itu dengan pancaran faktualitas dimana suasana hati dan
motivasi itu tampak pada realitas. Suasana hati yang kuat dan motivasi itu
dapat dikokohkan melalui ritual atau peribadatan.
M. Southwold
menyatakan bahwa tidak mungkin menghadirkan agama dalam satu karakteristik
tunggal. Agama hadir sebagai yang politetik dan hadir dalam beragam ekspresi.
Menurut Southwold ada 12 daftar karakteristik agama, yaitu:
a. Concern pada suatu yang ilahiah dan
hubungan manusia dengannya;
b. Dikotomi elemen dunia menjadi
sacred dan profane dan perhatian utama pada sacred;
c. Orientasi pada keselamatan dari
keadaan biasa dalam kehidupan duniawi;
d. Praktik-praktik ritual;
e. Keyakinan yang tidak dapat
ditunjukan secara logis atau empiris atau sangat mungkin tetapi harus ada
sebagai dasar keimanan;
f. Suatu kode etis yang didukung oleh
keyakinan-keyakinan itu;
g. Sanksi supernatural karena terjadi
pelanggaran terhadap kode tersebut;
h. Mitologi;
i. Adanya suatu kitab suci atau
tradisi oral yang mulia;
j. Adanya kependetaan (kenabian) atau
spesialisasi elit keagamaan;
k. Berkaitan dengan suatu komunitas
moral (gereja dalam pemahaman Durkheim).
l. Ada kaitannya dengan kelompok etnis atau kelompok yang
sama.
[1] David N.
Gellner, diolah Icol Dianto, pemakalah pada mata kuliah Approaches to Islamic
Studies, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
1 Komentar
Did you hear there's a 12 word phrase you can communicate to your crush... that will induce intense feelings of love and impulsive attractiveness to you buried within his chest?
BalasHapusThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, worship and look after you with all his heart...
=====> 12 Words Will Trigger A Man's Desire Impulse
This impulse is so hardwired into a man's genetics that it will make him try harder than before to make your relationship the best part of both of your lives.
Matter of fact, fueling this influential impulse is so essential to having the best ever relationship with your man that once you send your man a "Secret Signal"...
...You'll immediately find him expose his heart and soul to you in a way he's never experienced before and he'll see you as the one and only woman in the world who has ever truly tempted him.