Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LITERASI NEWS

Pemberdayaan Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga


ABSTRACT
Pasaman district has a large population reached 263.800 inhabitants, with the composition of the population of fertile couples as much as 46.311 households. Large population, there is a family that is categorized as very poor and poor, as many as 23.861 households. The threat of overpopulation and poverty are ready to hit the region. Population control can be done to maximize the family planning program in Women Empowerment and Family Planning. On the other hand, family planning programs have a group of Enterprises Income Family Welfare to add a source of income for the family planning program participants. Assuming the integration efforts of family planning programs with a program for increasing the income off families that can save Pasaman of the threat of overpopulation and poverty.
               In this study, the issue boiled down to a group of program for increasing the income off families (UPPKS), which the group should be able to reduce the rate of population growth for the group has a membership that comes from active members of family planning programs. On the other hand, through the efforts of the group are expected to help the sources of family income so that decent living (prosperity) can be realized. But in reality, the program does not work in accordance with the concept that has been recorded as guidance UPPKS the group. Therefore, empowerment must be done against the UPPKS. To reveal the process of empowerment of the group UPPKS in improving family welfare, researchers used a qualitative research method with descriptive analysis. The data collection instruments through the study of documentation, observation and interviews with key informants (key informant) include officials of Women Empowerment and Family Planning (BPPKB), extension Kb, chairman and group management.
               The results of the study include, first, the process of preparing the resources to get the small portion as an indicator of empowerment. Preparation of the resources given to the group by facilitating group UPPKS to capital resources and small-scale charity is not a banking institution. Second, the provision of knowledge for members of the group have been implemented by the government. However, the preparation of the knowledge given by BPPKB not yet able to meet the benchmarks of success indicators UPPKS. Third, empowerment as providing the opportunity to discover the source of capital is already well underway, but providing the opportunity to express their opinions are not running. Fourth, empowerment as the provision of skills has been done by the government with their training programs by coordinating development programs across sectors. However, the training and skills that do not touch all business units run by a group UPPKS.



KATA KUNCI: Kemiskinan, Pemberdayaan, UPPKS

A.    PENDAHULUAN

Kabupaten Pasaman merupakan satu dari 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Kata Pasaman diambil dari nama sebuah gunung yang terdapat di daerah ini, yaitu Gunung Pasaman. Kata Pasaman berasal dari kata Pasamoan, yang berarti kesepakatan dan kesamaan pendapat antar golongan etnis penduduk yang mendiami wilayah Pasaman, yakni Minangkabau, Mandahiling, dan Jawa.[2]
Hasil pendataan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman tahun 2014,  warga dikelompokkan kepada Pasangan Usia Subur, Peserta Jaminan Kesehatan Nasional, Bukan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional, Pasangan Usia Subur yang menggunakan program keluarga berencana dan tidak peserta keluarga berencana, serta pentahapan keluarga. Jumlah kepala keluarga yang didata oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman sebanyak 71.356 kepala keluarga dimana 46.311 kepala keluarga termasuk Pasangan Usia Subur, atau sekitar 64,9 persen keluarga Kabupaten Pasaman adalah Pasangan Usia Subur, yang berpotensi sebagai faktor penyumbang ledakan penduduk jika laju pertumbuhan penduduk seperti angka kelahiran tidak dikendalikan oleh pemerintah.
Di daerah ini, keluarga pra sejahtera dan sejahtera I berjumlah 23.876 kepala keluarga. Dalam klasifikasi kesejahteraan keluarga menurut BKKBN[3] (2011), keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga yang sangat miskin sedangkan keluarga Sejahtera I adalah keluarga miskin. Jika demikian, maka sekitar 23.876 kepala keluarga berada pada status keluarga sangat miskin dan miskin. Hasil pendataan keluarga oleh BPPKB Kabupaten Pasaman tahun 2014 mencatat dari 23.876 kelurga sangat miskin dan miskin itu, sekitar 16.861 kepala keluarga termasuk Pasangan Usia Subur (PUS).
Dari data di atas, dapat dipahami bahwa keluarga sangat miskin dan miskin itu, masih ada yang tidak mengikuti program keluarga berencana, yaitu sekitar 6.109 kepala keluarga, terbesar terdapat pada kelompok keluarga sangat miskin dan miskin yang tidak terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yaitu sekitar 1.834 kepala keluarga.
BPPKB Kabupaten Pasaman merilis sejumlah persoalan mengenai kependudukan di Kabupaten Pasaman, yaitu:[4]
a.   Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) masih tinggi yaitu 1,24 persen pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 256.500 jiwa.
b.    Tingginya angka pernikahan, yaitu pada tahun 2010 ada 2.800 peristiwa nikah sedangkan pada tahun 2011 naik menjadi 3.329 peristiwa. Perbandingan angka pencatatan nikah ini naik sekitar 15,89 persen.
c.    Sebagian besar masyarakat Pasaman, yaitu sekitar 87,12 persen, tinggal di pedesaan dengan sebaran penduduk berpencar dan tidak merata. Tentu saja perlu biaya operasional yang besar.
d.  Beban tanggungan penduduk cukup tinggi. Rasio ketergantungan penduduk sekitar 67,31 persen. Maksudnya, dari 100 orang penduduk usia produktif terdapat sekitar 67 orang yang tidak produktif.
e.      Masih tingginya angka kematian bayi di Kabupaten Pasaman yaitu sekitar 41,3 persen pada tahun 2010.
f.       Ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana layanan kesehatan dan keluarga berencana yang tidak merata pada semua wilayah.
g.   Terdapat perbedaan kemajuan ekonomi dan sosial antar wilayah yang memicu terjadinya distribusi penduduk yang tidak seimbang.
h.      Belum terdapat kesamaan persepsi dan kebijakan antara pemerintah kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pengendalian kuantitas penduduk.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa permasalahan yang sedang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Pasaman melibatkan individu-individu (massa), yang tentu saja solusi yang mesti diaplikasikan adalah kebijakan yang mengakomodir kepentingan banyak orang.
Jauh sebelumnya, al-Quran sudah memberikan signal kepada pengambil kebijakan pada suatu kaum (pemimpin). Persoalan yang membelit individu dan masyarakat karena kecerobohan kaum itu sendiri. Allah Swt selaku pencipta, telah mengatur jagad raya ini dengan sunatullah. Oleh karena itu, Allah Swt tidak merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu yang ingin berubah, dari kehidupan yang negative ke kehidupan positive.

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Profesor M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah[5] menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang perubahan sosial. Allah Swt tidak akan merubah keadaan, karena keadaan atau kondisi seseorang itu sudah ditetapkan sebelumnya dan sudah ada sunatullah, namun ketetapan Allah Swt itu berubah karena sunatullah juga yang mana manusia itu mendapatkan balasan sesuai dari apa yang diusahakannya. Sehingga, pertalian ayat hingga mereka (kaum) itu merubah nasibnya sendiri, maksudnya kaum itu sendiri mestinya melakukan usaha ikhtiar sehingga tindakan manusia itu sesuai dengan sunatullah tersebut. Demikian juga dengan kondisi yang membelit sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Pasaman. Kehidupan di rumah tangga merupakan miniatur dari kehidupan sosial (masyarakat) yang lebih kompleks. Pada satu rumah tangga terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya. Satu anggota keluarga dengan yang lainnya memiliki banyak perbedaan gaya hidup, sikap, perilaku dan pemikiran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang kompleks itu mesti dimulai dari kehidupan rumah tangga (keluarga). Perbaikan kehidupan rumah tangga ini terkaitlah dengan yang dibicarakan oleh Islam lebih 14 abad yang lalu, yang menginginkan adanya suatu gerakan bersama menuju khaira ummah.
Memahami pentingnya aksi bersama (collective action), penulis ingin mengungkap sebuah gerakan pemberdayaan terhadap kelompok, yang dinamakan kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Pengertian collective action (aksi kolektif), dalam sebuah situs, Nugroho[6] mendefinisikan aksi kolektif adalah proses pengambilan keputusan bersama untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pada situs yang sama, Marshal dalam Knox dan Gupta[7] mengartikan aksi kolektif sebagai aksi yang dilakukan oleh sebuah kelompok, baik secara langsung atau atas nama organisasi, dalam mencapai apa yang oleh anggota kelompok itu dianggap sebagai kepentingan bersama. Knox dan Gupta menegaskan, aksi kolektif diperlukan ketika isu pengelolaan sumber daya alam meliputi integrasi spasial pada tingkatan yang lebih tinggi dan usaha yang lebih besar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melakukan aksi kolektif lebih besar.
Penulis mengamati, kelompok UPPKS sangat tepat untuk mewakili dari sejumlah kelompok ekonomi lainnya yang ada saat ini, untuk dijadikan sebagai model dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk mendalami kelompok UPPKS ini. Maka, dengan memaksimalkan (memberdayakan) kelompok UPPKS itu, pada konsepnya diharapkan lahirnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
1.      UPPKS adalah suatu kelompok yang anggotanya adalah peserta program keluarga berencana aktif (akseptor).
2.      UPPKS kelompok yang dibentuk untuk menambah penghasilan anggota Kb.
3.      Sasaran dari Kb adalah keluarga sangat miskin dan miskin yang termasuk pasangan usia subur.
4.      UPPKS itu program dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN), di Kabupaten Pasaman ditangani oleh BP2KB
Sejumlah permasalahan yang menyebabkan kemunduran kelompok UPPKS itu disebabkan oleh ketahanan kelompok sebagai berikut.
1.      banyak keanggotaan kelompok sudah pecah kongsi,
2.      tidak memiliki pengurus,
3.      Kelompok yang lain ada yang tidak jalan usahanya,
4.      usaha tidak berkembang
5.      informasi tentang bentuk dan akses modal,
6.      kemampuan dalam mengelola modal,
7.      kelompok tidak memetakan usaha dengan jelas,
8.      kemasan dan pemasaran produk tidak kejar pangsa pasar,
9.      akses informasi yang tidak memadai.
Menyadari pentingnya menggerakan keluarga agar kondisi kesejahteraan membaik, maka kelompok UPPKS tersebut perlu diberdayakan. Oleh karena itu, penulis ingin mengungkap bagaimana pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan oleh fasilitator terhadap kelompok UPPKS dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.

B.     REFLEKSI TEORITIK
Kemiskinan menjadi salah satu isu kebijakan dalam bidang pemberdayaan masyarakat.[8] Masyarakat yang miskin berarti masyarakat yang tidak berdaya (less powerful) memenuhi standar hidup layak, baik pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan budaya.[9] Ketidakberdayaan masyarakat, terkadang disebabkan oleh faktor-faktor internal yang membelit diri. Ada pula disebabkan karena ketidakadilan untuk mendapatkan akses dan aset dari kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan dan wewenang. Oleh karena itu, keadaan miskin yang dialami masyarakat perlu ditanggulangi dengan menjadikan masyarakat itu berdaya.
Keluarga miskin sering menimbulkan siklus kemiskinan. Fenomena menunjukan bahwa keluarga miskin memiliki banyak anggota keluarga. Anggota keluarga yang banyak dan tidak mendapatkan akses pendidikan dan layanan kesehatan yang layak sehingga anak-anak dari keluarga miskin kecenderungan menjadi keturunan yang miskin, dan seterusnya. Thomas Robert Malthus[10] meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis, sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia.
Pengentasan kemiskinan melalui proses pemberdayaan memberi penekanan pentingnya pembelajaran atau pendidikan bagi masyarakat miskin. Soedjatmoko[11] menyebutkan, ada suatu proses yang seringkali dilupakan bahwa pembangunan adalah pembelajaran sosial (social learning). Pemberdayaan masyarakat tidak sekedar pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki melainkan adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat. Guhardja mengusulkan perlunya mengelompokkan sasaran dalam proses pendidikan masyarakat, yaitu pada kelompok strategis seperti petani dan buruh tani, nelayan, buruh, wanita, pemuda, pemuka masyarakat, dan pemimpin informal lainnya.[12] Komite Penanggulangan Kemiskinan,[13] mengartikan pemberdayaan harus dimulai dari rumah tangga atau keluarga. Ada dua alasan mengapa keluarga sebagai institusi sosial terkecil yang perlu diberdayakan, yaitu keluarga tempat tumbuh dan berkembangnya individu yang kelak menentukan kualitas individu dan pada keluarga aktivitas pertama individu berlangsung.
Pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, sehingga suatu keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rumah tangganya secara layak. Jika kondisi ini dibiarkan, lama-lama mereka menjadi beban sosial. Padahal di sisi lain, ibu (istri) punya peluang untuk berusaha untuk membantu beban keluarga dimana perempuan tidak hanya sebagai pendamping suami dan membesarkan anak-anak, namun seiring dengan dinamika masyarakat kaum perempuan memiliki peran luas yang perlu diberdayakan. Harmona Daulay[14] menyebutkan bahwa pendekatan pemberdayaan perempuan dianggap suatu strategi yang melihat perempuan bukan sebagai beban pembangunan melainkan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang proses pembangunan. Pendekatan pemberdayaan (empowerment) menginginkan perempuan mempunyai kontrol terhadap beberapa sumber daya materi dan nonmateri yang penting dan pembagian kembali kekuasaan di dalam maupun di antara masyarakat[15]
Penulis menggunakan konsep pemberdayaan yang dikemukakan oleh Jim Ife untuk mengungkapkan pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana terhadap kelompok UPPKS. Menurut Jim Ife dalam Nanang Martono,[16] mengemukakan pengertian pemberdayaan sebagai berikut, Empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge, and skill to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and effect of their community. Pendapat Jim Ife di atas, mengartikan pemberdayaan adalah menyiapkan kepada masyarakat sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat itu dalam menentukan masa depan mereka serta untuk berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Pendapat Jim Ife tersebut, ada empat item penting yang harus diperhatikan dalam program pemberdayaan, yaitu menyiapkan sumber daya, pengetahuan, kesempatan dan keterampilan.

C.    PEMBAHASAN
1.      Penyiapan Sumber Daya
Pemberdayaan dalam rangka menyiapkan sumber daya kepada kelompok, dari hasil wawancara dan observasi terhadap subjek penelitian didapatkan beberapa catatan penting sebagai berikut.[17]
a.       Kelompok belum mendata potensi aset anggota yang dapat dijadikan modal untuk menjalankan suatu usaha bersama.
b.      Pengelolaan usaha kelompok tidak berbasis aset.
c.       Pengelolaan sumber daya modal dilakukan oleh masing-masing individu bukan kelompok. Akibatnya, bantuan modal dari pihak luar harus dibagi rata dengan jumlah anggota. Tentu saja sumber modal tersebut menjadi kecil sekali. Jika sumber modal kecil maka usaha yang dijalankanpun hanya usaha kecil.
d.      Modal yang didapat oleh anggota, dimanfaatkan oleh anggota untuk usaha masing-masing.
e.       Omset usaha yang dijalankan oleh anggota kelompok berkisar dari Rp.3 juta sampai Rp.5 juta.
f.       Sumber daya manusia anggota kelompok yang ada cukup potensial menjalankan usaha, tetapi kurang memanfaatkan potensi diri untuk merancang usaha baru.
g.      Sumber daya anggota yang banyak belum memberikan kemajuan bagi kelompok.
h.      Ada sumber modal yang dapat dimanfaatkan oleh anggota kelompok, misalnya pinjaman dari koperasi Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Namun, jika banyak pinjaman modal maka anggota kelompok kesulitan untuk membayar angsuran tagihan.
Penjabaran hasil penelitian di atas, dapat dipahami bahwa sumber daya modal yang dimaksud oleh kelompok sebatas pemberian dan pinjaman uang tunai yang diakses dan dimanfaatkan oleh kelompok UPPKS, misal bantuan lepas Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Pasaman. Pemahaman kelompok UPPKS, kata-kata modal, yang tergambar dalam pikiran pengurus dan anggota adalah bantuan uang tunai.
“Yang kami tahu, modal itu adalah bantuan atau pinjaman uang tunai untuk menambah modal usaha. Dengan uang itu kami bisa menambah barang dagangan kami. Uang yang kami dapat, kami belikan kepada bahan dasar dari usaha. Saya yang sehari-hari jualan nasi ampera dan aneka makanan ringan, mendapatkan bantuan modal dari BAZNAS bisa menambah jumlah produksi. Demikian juga dengan anggota kelompok saya yang lain, bantuan modal tersebut kami gunakan dengan sebaik-baiknya. Tapi jujur bantuan modal tersebut terlalu kecil untuk mengembangkan usaha.”[18]
Pernyataan ini diperkuat oleh penjelasan BPPKB bahwa institusi itu telah menyiapkan dan memfasilitasi kelompok UPPKS ke akses modal, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Sumber modal yang disiapkan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) untuk kelompok UPPKS, bersumber dari BAZNAS Kabupaten Pasaman.[19] Pihak BAZNAS mendistribusikan bantuan tersebut kepada individu dari anggota kelompok yang ada. Persyaratannya adalah anggota kelompok UPPKS tersebut termasuk kriteria dari orang-orang yang berhak menerima zakat.
Istilah yang dipakai oleh pihak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana menyiapkan modal dengan istilah memfasilitasi.[20] Istilah ini dipakai karena sumber dana yang disalurkan oleh BPPKB tidak dari pos anggaran pemerintah melainkan dari Badan Amil Zakat, lembaga yang menghimpun dana zakat, infak dan sedekah umat Islam. Besar bantuan yang diberikan oleh pihak BAZNAS berkisar sekitar Rp.15 juta sampai dengan Rp.20 juta tergantung pada jenis usaha yang dijalankan oleh kelompok tersebut.
Bantuan modal yang sudah mengalami perkembangan, dikenal dengan dana replikasi[21], digulirkan kembali ke anggota kelompok atau kelompok lain yang memerlukan. Dana replikasi tersebut, tidak dipegang oleh kelompok UPPKS, namun dihimpun oleh Pl KB yang kemudian diserahkan kepada petugas BPPKB yang telah diberi tugas untuk mengurusnya. BPPKB mengambil peran aktif untuk menghimpun dan menyimpan dana replikasi tersebut, karena program ini termasuk baru. Selain itu, banyak program bantuan dana bergulir yang telah diluncurkan pemerintah selama ini, terkendala untuk menagih kembali. Akibatnya, dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok tersendat dan habis sampai pada kelompok tersebut. Padahal bantuan sumber dana itu ditujukan untuk dapat digulirkan kepada kelompok lain. Oleh karena itu, peran BPPKB sangat diperlukan sampai kelompok UPPKS memiliki kesadaran tinggi untuk bisa mandiri.
Sampai saat ini, dana replikasi hasil pemberdayaan telah digulirkan kembali sebesar Rp.79.100.000 dari 48 kelompok UPPKS yang telah menerima bantuan modal atas kerja sama tersebut. Sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, pihak BAZNAS Kabupaten Pasaman sudah menyalurkan dana bantuan modal sebesar Rp.429.250.000. Dari 48 kelompok yang telah menerima bantuan modal tersebut, sebanyak 16 kelompok mendapatkan bantuan dari dana replikasi yang telah digulirkan.[22] Kini, sebanyak Rp.508.350.000 sumber modal hasil fasilitasi penyiapan modal yang dilakukan oleh BPPKB.
Kecilnya sumber modal yang dapat diakses oleh kelompok UPPKS, dapat menyebabkan lambatnya perkembangan usaha yang dijalankan oleh kelompok UPPKS. Para anggota kelompok UPPKS menyadari bantuan modal tersebut tidaklah mencukupi untuk menggerakan dan mengembangkan usaha. Dengan modal yang kecil tentu saja usaha yang dijalankan pun hanya berskalal kecil. Pada akhirnya, pendapatan pun kecil. Jika demikian halnya, maka kelompok UPPKS tidak bisa terlepas dari jeratan kemiskinan. Para ahli menyebutkan salah satu jeratan kemiskinan itu karena pendapatan kecil.
Bila dicermati data sebelumnya, dimana anggota kelompok UPPKS mengetahui bahwa modal yang didapatkan dari bantuan modal BAZNAS tidak dapat mengembangkan usaha yang dilakoni untuk tumbuh lebih besar. Akan tetapi, kebanyakan dari anggota kelompok UPPKS itu pun tidak berani membuat pinjaman modal ke pihak lain, seperti koperasi Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) atau dari perbankan.
Alasan anggota kelompok UPPKS tidak berani mengambil pinjaman lebih besar lagi, karena usaha mereka tidak berkembang. Kalaupun ada yang berkembang, namun perkembangannya sangat lamban. Suarti mengutarakan pernyataan yang sama, usaha apa yang akan mereka kembangkan sementara untuk menjalankan usaha yang lama saja masih kesulitan. Jika diajukan pinjaman kepada lembaga perbankan, anggota kelompok khawatir tidak mampu membayar pinjalam dan masih gamang untuk menjalankan usaha baru. Selain itu, alasan anggota kelompok UPPKS, karena banyaknya tagihan yang harus mereka keluarkan.
“Kalau kami ajukan pinjaman ke bank, mungkin saja dapat. Akan tetapi, untuk apa dipinjam modal yang besar, sementara usaha yang akan kami jalankan masih seperti ini saja. Lagi pula, kami harus membayar iuran akibat dari bantuan modal yang kami dapati dari BAZNAS Pasaman. Kalau dipinjam lagi uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya, tentu saja kami sulit untuk mencarikan tagihannya.”[23]
Dari penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa persoalan yang terjadi pada masyarakat, terutama kelompok UPPKS yang menjadi sasaran program pemberdayaan, adalah masalah modal dan usaha yang layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, kelompok UPPKS akan tetap dengan ketertinggalan dan keterbelakangannya. Oleh karena itu, kelompok uppks perlu dilakukan pemberdayaan dalam membina dan mengarahkan langkah pengembangan usaha kelompok.
Nurkse dalam Kuncoro, 1997:132 seperti dikutip Yulianto Kadji[24] menyebutkan penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) yaitu adanya keterbelakangan, ketidaksempumaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitasnya mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya.
Mata rantai kemiskinan dapat diputus sehingga masyarakat terbebas dari mata rantai kemiskinan. Dalam hal ini, pemberdayaan harus memainkan peran bagaimana kelompok UPPKS dapat mewujudkan ketersediaan sumber modal yang besar untuk mengoperasikan usaha skala menengah dan besar. Dengan modal yang besar baru dapat menggerakan usaha yang besar yang pada akhirnya pendapatan dan nilai investasi pun semakin besar.
Inilah yang perlu difasilitasi oleh penanggung jawab program pemberdayaan kelompok UPPKS. Fasilitator pemberdayaan (Penyuluh Kb) harus berpartisipasi dalam mengarahkan para anggota kelompok untuk mencari solusi atas persoalan modal tersebut. Salah satu alternatif sumber modal yang belum tergarap oleh kelompok UPPKS yaitu pemanfaatan aset setiap individu kelompok untuk kegiatan bersama. Di sinilah pemberdayaan itu bertujuan untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk digunakan bagi peningkatan kesejahteraan anggota kelompok itu sendiri. Jadi, kelompok tidak hanya mengharapkan bantuan dari BAZNAS pasaman yang jumlahnya jika dibagi per anggota, tidaklah memadai untuk menumbuhkembangkan suatu usaha.
Dalam konsep pemberdayaan, fasilitator harus membuat kelompok mandiri bukan ketergantungan. Kalau kondisi dimana kelompok hanya mengharapkan bantuan modal dari BAZNAS maka dengan keterbatasan anggaran BAZNAS tidak dapat menyelesaikan persoalan rendahnya modal usaha yang didapatkan kelompok. Meski bantuan BAZNAS pun sangat membantu usaha kecil-kecilan anggota kelompok, namun tujuan jangka panjang tidaklah memadai bantuan tersebut.
Para fasilitator atau aktor-aktor pemberdayaan masyarakat penting untuk memperhatikan apa yang dikatakan Subejo dan Narimo dalam Theresia et.al[25] tentang pemberdayaan yang mana pemberdayaan itu upaya yang disengaja memfasilitasi. Kata-kata disengaja berarti pemberdayaan itu harus punya agenda sehingga kegiatan pemberdayaan dapat berkelanjutan. Apa yang diagendakan oleh fasilitator, sebagai upaya mendampingi atau memfasilitasi masyarakat anggota kelompok yang notabene masyarakat berpendidikan menengah ke bawah. Masyarakat tersebut mesti diberi arahan ketika mereka membuat sebuah perencanaan kelompok dan mengambil keputusan bersama. Di sinilah pentingnya inventarisir aset kelompok, supaya dapat dikalkulasikan kekuatan atau potensi kelompok yang dapat dikembangkan. Subejo dan Narimo melanjutkan, pemberdayaan kelompok seharusnya fasilitator melirik pemanfaatan sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking.
Pengertian collective action (aksi kolektif), dalam sebuah situs, Nugroho[26] mendefinisikan aksi kolektif adalah proses pengambilan keputusan bersama untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pada situs yang sama, Marshal dalam Knox dan Gupta[27] mengartikan aksi kolektif sebagai aksi yang dilakukan oleh sebuah kelompok, baik secara langsung atau atas nama organisasi, dalam mencapai apa yang oleh anggota kelompok itu dianggap sebagai kepentingan bersama. Knox dan Gupta menegaskan, aksi kolektif diperlukan ketika isu pengelolaan sumber daya alam meliputi integrasi spasial pada tingkatan yang lebih tinggi dan usaha yang lebih besar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melakukan aksi kolektif lebih besar.
Dua indikator menurut Subejo dan Narimo, collective action dan networking, jika telah dikelolah dengan baik oleh suatu kelompok maka kemandirian kelompok dapat terbentuk baik mandiri secara ekonomi, ekologi dan sosial. Kondisi sedemikian rupa itu, yang dapat mendorong setiap anggota kelompok aktif ikut serta dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Ini pula yang disampaikan Swift dan Levin seperti yang dikutip Theresia[28] bahwa pemberdayaan itu membukakan akses masyarakat rentan miskin dan miskin kepada sumber-sumber produktif serta mendorong berpartisi anggota kelompok untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka di masa yang akan datang.
Pemberdayaan yang dilakukan kepada kelompok UPPKS, dalam hal sumber modal, tentu tidak signifikan meningkatkan usaha anggota kelompok karena memang jumlah bantuan modal tersebut dalam skala kecil. Apalagi tindakan membagi rata bantuan BAZNAS kepada semua anggota untuk dijadikan modal usaha. Semestinya bantuan modal yang didapatkan dari BAZNAS Pasaman atau sumber-sumber lain, digunakan untuk membuat usaha kelompok yang dikelolah dalam skala yang lebih besar dari usaha perorangan.
2.      Pemberian Pengetahuan
Pada awal pembentukan kelompok UPPKS di Kabupaten Pasaman, pihak fasilitator dari pemerintahan memberikan pemahaman mengenai cara berorganisasi.[29] Pemahaman awal ini tentu sangat membantu keluarga akseptor untuk berperan dalam kelompok UPPKS. Akan tetapi, jika pemahaman mengenai kelompok UPPKS tidak diberikan secara komprehensif, maka para anggota kelompok meraba di tempat yang gelap dalam melakoni kelompok. Penjelasan dari pihak BPPKB yang menyebutkan bahwa anggota kelompok UPPKS telah diberi pemahaman sejak awal pembentukan kelompok itu, tidak tergambar dari pengamatan penulis dalam sejumlah pertemuan. Jangankan mengenai tujuan dibentuknya kelompok UPPKS, definisi kelompok UPPKS itu saja pun tidak dipahami dengan tepat.
Penulis mengajukan 12 pertanyaan kepada responden, yaitu Suarti Ketua Kelompok Melati. Item pertanyaan tersebut mempertanyakan kepada Suarti yang menjabat sebagai ketua kelompok, apakah dia dan anggotanya mendapatkan pengetahun mengenai kelompok UPPKS, darimana pengetahun tersebut didapat, apa saja pengetahuan yang diberikan oleh fasilitator tentang  UPPKS.
“Saya mengetahui adanya program UPPKS ini dari seseorang yang bekerja di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana bernama Linda. Saya dikasih tahu untuk membuat kelompok karena ada bantuan modal dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Pasaman. Katanya bantuan itu dapat meningkatkan kesejahteraan karena modal usaha terbantu karenanya.”[30]
Hal yang sama dijelaskan oleh Ketua Kelompok Maju Bersama di Padangsarai Kenagarian Aia Manggih Kecamatan Lubuk Sikaping, Darmalinda. Menurut Darmalinda, UPPKS itu program BPPKB, dilatih dan diberi bantuan modal setelah peserta mengikuti pelatihan. Jawaban dari Darmalinda tidak salah karena pada praktiknya, memang benar kelompok UPPKS itu dibentuk oleh BPPKB karena UPPKS adalah salah satu programnya. Demikian juga dengan pelatihan dan bantuan, pada umumnya setiap ada pelatihan yang digelar oleh BPPKB dan instansi lainnya, setelah pelatihan dilaksanakan maka biasanya pihak penyelenggara kegiatan memberikan bantuan modal berupa peralatan-peralatan terkait dengan materi pelatihan.
Pemberdayaan sebagai proses pemberian pengetahuan kepada orang atau kelompok UPPKS, dapat diuraikan dalam item berikut ini.
a.       Setiap anggota kelompok tidak mengetahui dengan baik tentang UPPKS
b.      Kebanyakan anggota mengetahui bahwa bergabung dengan kelompok UPPKS akan ada bantuan yang didapatkan.
c.       Masih kurangnya sosialisasi program Keluarga Berencana kepada anggota kelompok, sehingga masih banyak anggota kelompok UPPKS tidak menjadi peserta KB.
d.      Anggota kelompok tidak diberi pengetahuan mengenai pengelolaan modal yang baik, usaha potensial bagi kelompok untuk dikembangkan.
e.       Anggota kelompok tidak mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang usaha dan sasaran pasar.
f.       Kelompok tidak diberi pengetahuan mengenai pembuatan perencanaan kelompok.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pengurus kelompok dan fasilitiator pemberdayaan menanamkan pendidikan yang tidak tepat kepada anggota kelompok UPPKS. Akibatnya, anggota kelompok UPPKS tidak menguasai dengan baik tentang UPPKS itu sendiri dan tujuan pembentukan kelompok UPPKS seringkali terabaikan. Misalnya dapat dilihat pada pernyataan kelompok UPPKS, bahwa jika bergabung dengan kelompok UPPKS itu dapat bantuan modal dari BAZNAS Pasaman. Kalau orientasi hanya untuk mendapatkan bantuan, mungkin lebih tepatnya mengajukan kredit usaha ke lembaga keuangan seperti perbankan atau lembaga perkreditan lainnya. Akan tetapi, tujuan UPPKS yang membedakan dengan lainnya adalah meningkatkan sumber pendapatan masyarakat sangat miskin dan miskin, yang dipadukan dengan program keluarga berencana. Dengan demikian, anggota kelompok UPPKS haruslah memperhatikan anjuran agar semua anggota menjadi peserta program KB.
Dari penjelasan dua kelompok di atas, yang disampaikan langsung oleh sumber informasi utama (key informan), yaitu Ketua kelompok UPPKS yang telah pernah mendapatkan bantuan modal dari pihak BAZNAS Pasaman itu, dapat dipahami bahwa pembinaan yang diberikan oleh fasilitator, baik Penyuluh KB maupun BPPKB belum memenuhi enam agenda pembinaan yang harus dilakukan oleh seorang fasilitator. BPPKB dan fasilitator hanya memberikan pengetahuan mengenai kelancaran pinjaman dan setoran.  Sementara itu, lima agenda pembinaan yang harus dikerjakan oleh fasilitator tidak berjalan maksimal, Pembinaan organisasi, Pembinaan permodalan, Pembinaan usaha ekonomi produktif, Pembinaan administrasi dan pembukuan, Pembinaan pemasaran, serta pembinaan kesertaan ber KB[31]
Paparan di atas dapat dipahami bahwa proses pemberdayaan dalam rangka pemberian pengetahuan kepada kelompok UPPKS sebagai objek pemberdayaan tersebut, tidak maksimal diberikan dan belum sesuai dengan panduan yang ada dalam buku pedoman pelaksanaan program kelompok UPPKS.
3.      Pemberian Kesempatan
Kesempatan merupakan kondisi yang memberikan kemungkinan yang sama untuk semua orang untuk bisa berbuat, mendapatkan atau menempati sesuatu. Proses meraih kesempatan yang sama hanya ada dalam persaingan untuk mendapatkan sumber modal dari Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Pasaman.
Pemberdayaan merupakan proses memberikan kesempatan dapat dipaparkan kondisi pada kelompok UPPKS sebagai berikut.
a.       Setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk akses ke sumber modal.
b.      Kesempatan mengeluarkan pendapat terlihat ketika kelompok mengadakan pertemuan dengan fasilitator untuk persiapan pengajuan proposal bantuan. Anggota kelompok aktif mengeluarkan pendapat karena mereka ingin mendapatkan bantuan.
c.       Kelompok belum dapat memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk merumuskan rencana kerja kelompok. Hal ini disebabkan belum adanya usaha kelompok yang akan dikelolah secara bersama-sama.
d.      Kelompok memberikan ruang selebar-lebarnya kepada anggota untuk menjalankan usaha milik individu masing-masing anggota.
e.       Belum adanya pembagian kerja dari kelompok
Kalau ditinjau dari segi pemberdayaan, dimana setiap anggota bebas memberikan saran dan mengeluarkan pendapat untuk merencanakan program-program kelompok mereka masing-masing. Kesempatan mengeluarkan pendapat ini tidak jalan karena kelompok UPPKS tidaklah sebuah kelompok yang terstruktur dan sistemik.
Dari pernyataan-pernyataan yang dipaparkan di atas, dapat dipahami bahwa proses pemberian kesempatan dari fasilitator kepada kelompok atau dari kelompok kepada anggotanya, terbuka lebar. Dimana setiap kelompok memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan rekomendasi BP2KB untuk disalurkan ke sumber bantuan. Demikian juga ketika bantuan telah dibagi rata ke anggota kelompok, maka pengurus menyerahkan sepenuhnya kepada anggota yang bersangkutan untuk mengembangkan usaha dengan modal yang telah didapatkan. Untuk proses pemberdayaan dengan agenda berskala kecil sudah berjalan dengan baik pada kelompok UPPKS di Kabupaten Pasaman. Akan tetapi, untuk agenda pemberdayaan jangka panjang dan besar, perlu pencerdasan kepada warga. Termasuk member kesempatan kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi kegiatan atau program yang akan mempengaruhi kehidupan mereka. Hal itu tidak jalan, karena belum adanya usaha kolektif yang akan dirumuskan, dijalankan dan dievaluasi oleh kelompok. Pada tingkat kolektif, kesempatan mengeluarkan ide dan pendapat pada kelompok UPPKS, bukan tidak ada melainkan belum terbina disebabkan belum jalannya agenda usaha kelompok. Pada kelompok yang tidak ada stimulant yang akan didapatkan sebagai ketua kelompok atau pengurus lainnya, maka persaingan untuk mendapatkan jabatan sangat kecil dan nyaris tidak ada.
4.      Pemberian Keterampilan
Proses pemberdayaan harus ada tahapan penguatan. Pada tahapan ini, menurut Suharto dalam Abu Huraerah[32] pihak fasilitator memperkuat pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan pada tahapan ini diharapkan mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan masyarakat yang diberdayakan.
Hasil wawancara dengan dua kelompok UPPKS yaitu Kelompok Melati dan Kelompok Maju Bersama[33] didapatkan data sebagai berikut:
a.       Anggota kelompok memiliki keterampilan yang berbeda-beda sesuai dengan usaha yang dijalankan masing-masing.
b.      Keterampilan yang dimiliki kelompok belum dikembangkan untuk membuka usaha yang lebih besar dan berkelompok.
c.       Keterampilan dasar didapat karena belajar dari orang tua, sedangkan keterampilan yang didapatkan dari fasilitator untuk lebih memantapkan dan kemahiran kerja.
d.      Kelompok belum dapat memberikan dan mengembangkan keterampilan kepada anggota.
e.       Tidak ada kegiatan pemberian keterampilan dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana yang diberikan khusus untuk kelompok UPPKS.
Data di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut, anggota kelompok memiliki keterampilan yang berbeda-beda sesuai dengan usaha yang dijalankan masing-masing. Kelompok UPPKS yang pada realitasnya terdiri dari anggota kelompok yang memiliki usaha-usaha berbeda-beda. Meski telah dibentuk suatu kelompok sebagai wadah berhimpun untuk melakukan usaha bersama, namun anggota berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan usahanya. Kondisi ini menyebabkan sulitnya BPPKB Pasaman untuk mengadakan kegiatan pelatihan dan keterampilan yang diperuntukan khusus bagi anggota kelompok UPPKS.
Keterampilan yang diberikan oleh fasilitator (BPPKB) untuk kelompok UPPKS dilakukan secara tematik, melalui kerja sama dengan leading sektor dan kedinasan lainnya. Misalnya, kerja sama Badan BPPKB dengan Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kabupaten Pasaman untuk pelatihan menjahit. Pelatihan menjahit tersebut setiap tahunnya diadakan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan. Kegiatan ini tidak diperuntukan khusus untuk anggota kelompok UPPKS. Kegiatan menjahit ini bertujuan untuk memberikan keterampilan dan membuka lapangan kerja baru dalam upaya memberantas pengangguran. Setiap ada kegiatan pelatihan menjahit dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan, melalui sistem berkoordinasi dengan BP2KB, untuk meminta peserta pelatihan menjahit itu ada dari anggota kelompok UPPKS.
Analisis penulis terhadap beraneka ragamnya keterampilan yang dimiliki oleh anggota kelompok ini, ada dua hal yang dapat dilakukan oleh kelompok untuk mewujudkan usaha kelompok yang dikelolah secara action collective. Pertama, menyatukan bantuan modal yang diberikan oleh BPPKB untuk menjalankan usaha bersama kelompok dengan aneka ragam produk. Kedua, kelompok juga bisa memokuskan satu usaha yang dianggap layak untuk dikembangkan dan dijalankan secara bersama-sama, di samping setiap individu tetap menjalankan usaha yang telah ada pada masing-masing rumah tangga. Alasan penulis mengemukakan dua pendapat tersebut, berpijak pada keterampilan yang beragam dari anggota pada suatu kelompok adalah aset yang dapat dimanfaatkan sebagai modal bagi kelompok untuk menjalankan usaha. Keterampilan yang beragam juga menjadi pilihan bagi kelompok dalam menjalankan usaha yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Perihal pemberdayaan sebagai proses pemberian keterampilan pada kelompok UPPKS, penulis menemukan bahwa keterampilan yang dimiliki oleh anggota kelompok UPPKS, didapat karena belajar dari orang tua, sedangkan keterampilan yang didapatkan dari fasilitator untuk lebih memantapkan dan kemahiran kerja.
“Pelatihan menjahit yang pernah dilaksanakan oleh BPPKB dan bekerja sama dengan dinas lain, anggota kelompok UPPKS yang ikut pelatihan menjahit memang anggota yang telah memiliki kemampuan menjahit. Kemampuan menjahit yang dimiliki anggota itu masih menggunakan alat-alat jahit tradisional. Dalam pelatihan itu, peserta dilatih merancang pakaian dengan menggunakan alat-alat perancang (design) modern. Misalkan, membuat rancangan bordiran yang indah dan halus.”[34]
Dari urairan di atas, dapat dipahami bahwa peran fasilitator pemberdayaan untuk memberikan keterampilan kepada kelompok UPPKS belum ada kegiatan khususnya, melainkan kegiatan dari program dan instansi lain. Keterampilan yang dimiliki saat ini oleh anggota kelompok UPPKS merupakan keterampilan yang telah ada sebelum para anggota bergabung pada sebuah kelompok.

D.    KESIMPULAN
1.      Proses penyiapan sumber daya mendapatkan porsi yang kecil sebagai indikator pemberdayaan, belum ada program yang ditampung dalam sistem anggaran daerah Kabupaten Pasaman untuk penyiapan sumber modal dan peningkatan sumber daya manusia yang dikhususkan untuk kelompok UPPKS.
2.      Pemberdayaan sebagai pemberian pengetahuan yang diberikan oleh BPPKB tidak memenuhi tolok ukur dari indikator keberhasilan program UPPKS dan tidak adanya program seminar dan diskusi-diskusi khusus untuk menambah pengetahuan kelompok UPPKS.
3.      Pemberdayaan sebagai pemberian kesempatan lebih dominan pada pemahaman bahwa adanya kesempatan yang sama untuk mendapatkan bantuan modal dari BAZNAS sementara pemberian kesempatan kepada kelompok untuk mengeluarkan ide dan aspirasi tidak berjalan sesuai konsep-konsep pemberdayaan kelompok.
4.      Pemberdayaan sebagai pemberian keterampilan sudah dilakukan oleh pemerintah kepada kelompok UPPKS dengan adanya program-program pelatihan yang dilaksanakan oleh BPPKB. Penyiapan keterampilan ini, sudah mulai dilakukan dengan mengkoordinasikan program-program pemberdayaan lintas sektoral. Namun, pelatihan dan keterampilan yang dilakukan belum menyentuh seluruh unit usaha yang dijalankan oleh kelompok UPPKS.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

BP2KB Pasaman. 2013. Perjanjian Kerja Sama Antara Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman dengan Baznas Kabupaten Pasaman Tentang Penyaluran Dana Badan Amil Zakat Nasional ke kelompok UPPKS nomor 476/ 351/ BPP-KB/ 2013.Pasaman: BP2KB.
BP2KB Pasaman. 2014. Hasil Pendataan Keluarga di Kabupaten Pasaman Tahun 2014. Pasaman: BP2KB.
BP2KB Pasaman. 2015. Laporan Perkembangan Bantuan Dana BAZNAS Bulan Mei 2015. Pasaman: BP2KB.
Darmalinda, Ketua Kelompok Maju Bersama, di Jorong Padangsarai Kecamatan Lubuk Sikaping, wawancara langsung, 3 Juni 2015.
Daulay, Harmona. 2006. Pemberdayaan Perempuan: Studi Kasus Pedagang Jamu di Geding Johor Medan. Medan: Jurnal Harmoni Sosial.
Guhardja, Suprihatin, et al. 1993. Pengembangan Sumber Daya Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hanif, Novia. 2009. Buku Kenangan DPRD Kabupaten Pasaman Masa Bhakti 2004-2009. Pasaman: Sekretariat DPRD Pasaman.
Huraerah, Abu. 1997. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Bandung: Humaniora.
http://green-leean.blogspot.com/2011/01/teori-dan-konsep-dasar-pengembangan.html
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Buku Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Sekretariat Komite Penanggulangan Kemiskinan.
Malthus, Thomas Robert. 1978. Essay On The Principle of Populations. London: Joseph Johnson dalam Junaidi, “Penduduk dan Pembangunan Ekonomi (2),” https://junaidichaniago.wordpress.com/tag/artikel/page/3/ (akses 15 Maret 2014).
Moser, Caroline O.N, 1998. The Asset Vulnerability Framework: Reassessing Urban Poverty Reduction Strategies World Development. t.t. tp
Siti Khadijah, Kepala Bidang Kesejahteraan Keluarga Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman, di Kecamatan Lubuk Sikaping, wawancara langsung, 29 Mei 2015.
Sjafari, Agus dan Kandung Sapto Nugroho. 2012. Perubahan Sosial: Sebuah Bunga Rampai. Serang: FISIP Untirta.
Soesanta, Prabawa Eka. 2012. Jurnal Berdaya Media Informasi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Jakarta: DirjenPemberdayaan Masyarakat dan Desa Kemendagri.
Suarti, Ketua Kelompok Melati, di Kecamatan Lubuk Sikaping, wawancara langsung, 2 Juni 2015.
Suparlan, Parsudi. 1984. Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan. Jakarta: Sinar Harapan.
Syarif, Sugiri. 2010. Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Kelompok UPPKS.Jakarta: BKKBN.
Theresia, Aprilia, et al. 2014. Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
Yahoo Answers. “Arti Kata Replikasi,”  https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid (akses 17 Mei 2015).
Yulianto Kadji, Kemiskinan dan Konsep Teoritisnya, https://www.google.co.id/?gwsrd=cr,ssl&ei=ji6VceIM4S2mQWI0Ie4Ag#q=robert+chamber+tentang+kemiskinan
Yusnimar, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman, di Kecamatan Lubuk Sikaping, wawancara langsung, 16 Mei 2015.



[1] Icol Dianto adalah dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Padangsidimpuan, S.2 Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang Angkatan 2011-2015.
[2] Novia Hanif, Buku Kenangan DPRD Kabupaten Pasaman Masa Bhakti 2004-2009 (Pasaman: Sekretariat DPRD Pasaman, 2009), h. 21.
[4] BP2KB Pasaman, Hasil Pendataan Keluarga di Kabupaten Pasaman Tahun 2014 (Pasaman, BPPKB, 2014), h. 5-8
[5] M. Quraish Shihhab, Tafsir Al-Misbah Volume 6 Kelompok III Ayat 10-11 Surah ar- Ra’d Cetakan ke V Nopember 2012, (Jakarta: Lentera Hati), h. 231-237.
[6] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/aksi-kolektif-lokal/
[7] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/aksi-kolektif-lokal/
[8] Prabawa Eka Soesanta, Jurnal Berdaya Media Informasi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Jakarta: Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kemendagri, 2012), Vol. X No. 4 April 2012, h. 30
[9] Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan Untuk Antropologi Perkotaan (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), h. 5
[10] Thomas Robert Malthus, Essay On The Principle of Populations  (London, Joseph Johnson, 1798). Junaidi, “Penduduk dan Pembangunan Ekonomi (2),” https://junaidichaniago.wordpress.com/tag/artikel/page/3/ (akses 15 Maret 2014).
[11] http://green-leean.blogspot.com/2011/01/teori-dan-konsep-dasar-pengembang-an.html
[12] Suprihatin Guhardja, et al, Pengembangan Sumber Daya Keluarga (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1993), h. 93-94
[13] Komite Penanggulangan Kemiskinan, Buku Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan (Jakarta: Sekretariat Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2002).
[14] Harmona Daulay, Pemberdayaan Perempuan: Studi Kasus Pedagang Jamu di Geding Johor Medan (Medan: Jurnal Harmoni Sosial, 2006), Volume I Nomor I, h. 10
[15] Caroline O.N Moser, The Asset Vulnerability Framework: Reassessing Urban Poverty Reduction Strategies World Development, (1998), h. 1-19
[16] Agus Sjafari dan Kandung Sapto Nugroho, Perubahan Sosial: Sebuah Bunga Rampai (Serang: FISIP Untirta, 2012), h. 12
[17] Suarti, Ketua Kelompok Melati, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015 dan Darmalinda, Ketua Kelompok Maju Bersama, di Jorong Padangsarai Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015.
[18] Darmalinda, Ketua Kelompok Maju Bersama, di Lubuk Sikaping, Wawancara Langsung.
[19] BP2KB, Perjanjian Kerja Sama Antara Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman dengan Baznas Kabupaten Pasaman Tentang Penyaluran Dana Badan Amil Zakat Nasional ke kelompok UPPKS nomor 476/ 351/ BPP-KB/ 2013.
[20] Yusnimar, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015.
[21] Yahoo Answers. “Arti Kata Replikasi,”  https://id.answers.yahoo.com/qu- estion/index?
qid (akses 17 Mei 2015).
[22] BP2KB, Laporan Perkembangan Bantuan Dana BAZNAS Bulan Mei 2015. (Pasaman: BP2KB, 2015), h. 2-3. td.
[23] Suarti, Ketua Kelompok, di Lubuk Sikaping, wawancara langsung.
[24] Yulianto Kadji, Kemiskinan dan Konsep Teoritisnya, https://www.google.co.id/ ?gwsrd=cr,ssl&ei=ji6VceIM4S2mQWI0Ie4Ag#q=robert+chamber+tentang+kemiskinan
[25] Aprilia Theresia, Pembangunan Berbasis Masyarakat, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 121
[26] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/aksi-kolektif-lokal/
[27] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/aksi-kolektif-lokal/
[28] Aprilia Theresia, loc.cit
[29] Yusnimar, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015.
            [30] Suarti, Ketua Kelompok Melati, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015.
[31] Sugiri Syarif, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Kelompok UPPKS, (Jakarta: BKKBN, 2010), h. 61

[32] Abu Huraerah, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. (Bandung: Humaniora, 1997), h. 96
[33] Suarti, Ketua Kelompok Melati, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015 dan Darmalinda, Ketua Kelompok Maju Bersama, di JorongPadangsarai Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Pribadi, Mei 2015.
[34] Siti Khadijah, Kepala Bidang Kesejahteraan Keluarga Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman, di Kecamatan Lubuk Sikaping, Wawancara Langsung, 29 Mei 2015.
 

Posting Komentar

0 Komentar