Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LITERASI NEWS

MENAKAR IDEOLOGI KEUINAN

Dikotomi ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum telah berlangsung sejak 5 abad yang lalu, saat dimana bangsa barat mengadobsi ilmu-ilmu positif dan empiris dari karya intelektual muslim.



Sebelum dikotomi itu terjadi, Islam sebagai agama yang membangun peradaban baru, mencoba untuk berdamai dengan peradaban Yunani, Romawi dan Persia yang telah lebih dahulu maju. Pakar muslim kala itu tidak hanya menguasai satu disiplin ilmu melainkan banyak disiplin ilmu yang dituangkan dalam buku-bukunya pada abad klasik itu.
Ada pula satu buku dari karya cendekia muslim namun terdapat banyak disiplin ilmu, satu topik ilmu dibahas dengan pendekatan lintas keilmuan sehingga kajian mereka itu masih layak dan menjadi rujukan sampai saat ini.

Namun, setelah peradab Barat (Eropa) kembali bangkit, mereka menghancurkan dominasi kekuasaan Islam bahkan ingin melenyapkan Islam dari muka bumi ini. Mereka mengambil karya-karya cendekia muslim terutama ilmu-ilmu yang dikategorikan ilmu umum dewasa ini, dan memberangus kitab-kitab klasik yang berkaitan dengan akidah, fikih, dan kitab-kitab hadis.
Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu umum itu dikembangkan oleh peradaban Barat yang menguasai segala aspek mulai dari ekonomi, politik, sosial, ideologi, dan iptek, sementara ilmu-ilmu yang dikategorikan sebagai ilmu-ilmu keislaman dikembangkan oleh umat islam yang telah porak poranda kehidupan ekonomi, sosial, dan politik.
Di Indonesia, dikotomi itu terasa sekali dengan berdirinya dua kelembagaan dan kementerian yang mengurusi dua kategori keilmuan ini, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Telah dipecah menjadi Kementerian Pendidikan Nasional dan Ristekdikti) sementara ilmu-ilmu keislaman dikelola oleh Kementerian Agama.
Itu sudah berjalan lebih dari setengah abad. Dengan lahirnya UIN (Universitas Islam Negeri) yang hendak menyatukan kembali ilmu, menghapus dinding isolasi, dan mendelete dikotomi. UIN tidak saja mengkaji agama dengan kacamata agama melainkan mengkaji agama dengan kacamata ilmu-ilmu umum baik ilmu sosial maupun ilmu alam, dan sebaliknya mengkaji ilmu-ilmu umum (sosial dan science) dengan kacamata ilmu-ilmu agama.
Menurut Dr. Fuad Jabali, M.A., tamatan konsentrasi hadis di program doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah tidaklah memiliki hafalan kitab-kitab hadis (isi kepalanya tidak hadis semua), melainkan dalam kepalanya ada ilmu-sosial sosial seperti antropologi, sejarah, sosiologi, dan lain-lain. Jadi, kitab hadis itu tidak sekedar tumpukan buku-buku yang berisi hadis melainkan hadis dalam kitab klasik itu menjadi hidup dalam kehidupan masa kini. Maka yang dikejarnya adalah relevansi, implementasi dan aplikasi dari hadis-hadis tersebut dalam semua aspek kehidupan manusia sejak dulu, sekarang dan masa yang akan  datang.
(Ringkasan Kuliah Approaches to Islamic Studies/ AIS, 18 Sept 2019, Dr. Fuad Jabali, M.A, Kelas C ruang 2.10).


Posting Komentar

0 Komentar