Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

LITERASI NEWS

ANALISIS NOVEL SANG PENCERAH: STRATEGI DAKWAH KH. AHMAD DAHLAN (PENDAHULUAN)



ANALISIS NOVEL SANG PENCERAH: STRATEGI DAKWAH KH. AHMAD DAHLAN

Oleh,
Hari Candrawati, S.Sos.I


A.      PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi komunikasi telah membawa perubahan zaman, ditandai dengan munculnya beragam media mutakhir dalam mempengaruhi perilaku dan budaya komunikasi, baik individu, kelompok dan massa. Sebelumnya, manusia harus menempuh jarak yang jauh untuk mengantarkan sebuah pesan. Kini, jarak dan waktu menjadi kabur, manusia belahan bumi yang satu dengan cepat mengetahui kejadian yang menimpa penduduk belahan bumi lainnya.
Perkembangan media komunikasi tersebut menjadi tantangan dalam pelaksanaan dakwah Islam, namun di sisi lain dapat digunakan sebagai media dalam berdakwah. Dewasa ini dakwah Islam tidak saja disampaikan dengan  lisan media mimbar, namun juga dapat dilakukan dengan media tulisan, media lukisan, media audio visual dan akhlak.
Hamzah Ya’qub (1981:47) menyatakan bahwa media dakwah itu terbagi kepada lima komponen besar. Salah satunya media tulisan berupa dakwah yang dilakukan dengan perantaraan tulisan. Umpamanya buku-buku, majalah-majalah, surat-surat kabar, buletin, risalah, kuliah tertulis, pamplet, pengumuman tertulis, spanduk dan sebagainya.
            Keistimewaan dakwah tulisan seperti media cetak, buku, jurnal dan sastra adalah obyek dakwah dan cakupannya lebih banyak dan luas, karena pesan-pesan dakwah dan informasi Islam yang dituliskan dapat dibaca oleh ratusan, ribuan bahkan ratusan ribu pembaca dalam waktu yang serempak dan bersamaan. Dakwah tulisan juga dapat mempengaruhi orang secara kuat (M. Ramli, Asep Syamsul, 1997: 90-91).
Berbicara tentang keistimewaan media tulisan ini pada dasarnya yang disampaikan itu tidak hanya dapat dibaca pada masa sekarang, tetapi dapat dinikmati di masa yang akan datang. Dapat juga dikaji ulang dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada setiap kesempatan. Agar pesan dapat menarik minat pembaca maka pesan yang disampaikan harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami serta dapat membangkitkan kebutuhan pembaca terhadap pesan yang disampaikan, pesan yang disampaikan juga harus memberikan ketenangan dan kesejukan kepada hati para pembaca dan memberikan solusi terhadap peristiwa yang diungkap dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu tulisan merupakan salah satu media yang tepat dalam berdakwah. Dakwah tidak hanya dilakukan para mubaligh di masjid, tetapi bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya melalui  karya tulis fiksi yaitu novel.
Novel adalah salah satu bentuk karya sastra, lebih luas dari cerpen atau cerita pendek lebih sempit dari roman. Karangan ini menceritakan peristiwa tertentu dalam kehidupan manusia, suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang. Keluar biasaannya terletak pada konflik, pertikaian yang meninggalkan pergolakan jiwa tokoh-tokohnya, sehingga tidak jarang mampu mengubah jalan hidup dari tokoh-tokoh dalam novel tersebut (Suparmi, 1988: 77).

Novel yang merupakan tulisan fiktif berbentuk karya sastra yang indah menceritakan peristiwa dalam kehidupan manusia yang hikmah dalam cerita tersebut dapat diambil oleh pembaca, membawa dunia hayal pembaca masuk ke dalam cerita novel tersebut. Namun salah satu novel yang ditulis Akmal Nasery Basral yang berjudul Sang Pencerah, bukan karya sastra berupa fiktif belaka, namun novel ini bisa disebut novel sejarah karena novel ini  menceritakan sejarah biografi salah seorang tokoh nasional yang bahasanya disastrakan.
Salah satu novel yang ditulis oleh Akmal Nasery Basral berjudul Sang Pencerah menceritakan tentang kehidupan K.H Ahmad Dahlan dalam perjalanan dakwah Islam. Orang yang sedikit bicara tetapi kaya gagasan, teguh hidup sederhana mampu mengembangkan amal yang mengubah dunia, suka berdebat tetepi sangat bersahabat. Dengan gaya bahasa yang mengalir, novel ini menuntun pembaca menapaki jalan terang kehidupan tanpa harus menggurui.
Muhammad Darwis nama K.H Ahmad Dahlan sebelum ke Mekkah, selalu bertanya di dalam hatinya. Mengapa agama yang diyakininya sebagai rahmatan lilalamin, rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam justru tidak nampak. Ahmad Dahlan secara fakta melihat banyak masyarakat yang terlantar dan seakan-akan dibiarkan oleh para pemuka Agama. Orang-orang miskin dibiarkan melarat seakan sudah menjadi takdir mereka, nyata-nyata di hadapan masjid. Kesehatan masyarakat sangat rapuh. Tidak ada yang tergerak hatinya untuk memperbaiki hidup dan kehidupan mereka.
Para pemuka agama dan pengikutnya tidak terusik dan sibuk dengan ritual keagamaan. Setiap hari mereka sholat berjamaah, sementara masyarakat miskin di sekitar masjid sudah kehilangan harapan hidup. Situasi demikian kontras dan dari hari ke hari semakin banyak jumlahnya. Pemahaman agama juga bercampur aduk dengan kepercayaan mistik berlebih-lebihan. Sesajen berbagai jenis makanan terbuang begitu saja, sangat mubazir dan upacara tahlilan sangat berlebihan. Bahkan mereka yang sudah kehilangan saudaranya juga harus melaksanakan tahlilan yang over dosis, membuat masyarakat menjadi sedih lahir dan batin. (Akmal, 2010: 32).
Ahmad Dahlan tidak bisa menerima situasi demikian. Tetapi bagaimana caranya? Inilah yang menjadi esensi perjuangannya. Ahmad Dahlan lalu pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah al Mukaramah. Di sanalah Ahmad Dahlan sempat membaca pemikiran-pemikiran Jamaluddin al- Afghani dan Muhammad Abduh. Rupanya sejalan dengan apa yang dipikirkan Ahmad Dahlan Sebagai mana Jamaliddin al- Afghani dan Muhamad Abduh diantaranya menyanyatakan bahwa guru agama bukanlah yang menentukan segalanya. Kebenaran harus bersama-sama dicari, bukan hanya milik guru. Pola pendidikan ini dalam menyampaikan dakwah Islam, tentu sangat berbeda dengan strategi pangajaran di Ngayogyakarta saat itu, yakni petuah guru adalah kebenaran. Murid hanya boleh mengikuti, tanpa ada bantahan sedikitpun.  Firman Allah dalam QS. An-Nahl (16): 125.
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
ِِSerulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. 16: 125) (Depertemen Agama RI, 1971: 421)

Ayat di atas menjelaskan tentang tiga cara atau metode dalam berdakwah yang dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’i atau guru agama di medan dakwahnya. Pertama metode al-Hikmah yaitu kebijaksanaan seorang da’i dalam berdakwah. Kedua metode Mauizah Hasanah yaitu memberi pengajaran yang baik kepada muridnya atau mitra dakwahnya. Ketiga metode Mujadalah yaitu berdebat dengan baik dalam membahas persoalaan agama. .
M. Ali Aziz (2009: 208 dan 347) mengatakan metode adalah cara untuk mencapai sesuatu, untuk menjalankan cara tersebut tentu menggunakan teknik yaitu gaya seseorang dalam melaksanakan metode tersebut dengan lebih spesifik dan lebih operasional. Namun sebelum menjalankan metode dengan teknik tertentu, tentu membutuhkan strategi, di mana strategi adalah rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu, tetapi bukan sekedar perencanaan saja, lebih tepatnya pengertian strategi yaitu semua cara untuk mencapai tujuan yang ditetapkan atau dapat juga dikatakan bahwa strategi itu adalah suatu usaha untuk mengelola mad’u dengan baik, untuk menciptakan suasana yang kondusif demi tecapainya proses dakwah yang efektif dan efesien.
Berikut salah satu usaha K.H Ahmad Dahlan dalam  mejawab pertanyan beberapa anak muda yang  bertanya apa itu agama. Kiai Haji Ahmad Dahlan malah memainkan biolanya yang membuat mereka menjadi tenang mendengar kesyahduannya. Lalu biola itu diberikan kepada salah seorang pemuda dan diminta memainkannya. Karuan saja suaranya menjadi berantakan, karena pemuda itu tidak punya ilmu dan keahlian memainkan biola. Seusai itu, K.H Ahmad Dahlan menerangkan makna agama. Agama bagaikan musik indah yang mampu memberikan kesyahduan, ketenangan, dan kebahagiaan. Tetapi harus dilakukan dengan ilmu pengetahuan, kalau tidak malah bisa menjadi kacau dan jadi bahan tertawaan.
Hakikat agama itu seperti musik. Megayomi dan menyelimuti. Karena itu, agama harus kita pelajari. Tidak hanya kita patuhi tanpa kita tahu dasar hukumnya. Itu namanya taklid, mengikuti sesuatu secara membabi buta (Basral, 2010: 183).

Kisah di atas menggambarkan salah seorang anak muda yang bertanya apa itu agama. Ahmad Dahlan tidak langsung menjawab, ia ingin anak muda tersebut dapat memahami, merasakan lewat hati dan perasaanya apa yang dimaksud dengan agama. Mengambil hikmah melalui teknik suara musik biola yang indah mampu memberikan kesyahduan, ketenangan dan kebahagiaan bagi pendengarnya.
Kiai Ahmad Dahlan menggunakan berbagai strategi supaya pesan dakwah tersampaikan kepada masyarakat dan kepada mereka yang tidak mengerti tentang agama dengan media yang ada pada saat itu. Bagi Dahlan, selagi media itu bermanfaat untuk mencari ilmu, tidak memandang buatan kafir atau muslim karena media hanyalah alat. Bukan Islam atau yang kafir.
Banyak rintangan yang dihadapi K.H Ahmad Dahlan dalam menyampaikan ajaran Islam. Beliau pernah difitnah sebagai kiai kafir, sehingga pembongkaran langar Kidul  yang biasa  digunakan Ahmad Dahlan sebagai tempat mengajar ilmu agama Islam oleh orang-orang suruhan Kiai Penghulu Kamaludiningrat, seorang penghulu penjaga tradisi serta dibantu oleh satu brigade pasukan kompeni. Akan tetapi K.H Ahmad Dahlan tetap tidak menyerah bahkan semakin kokoh bahwa perubahan harus dilakukan. Hingga K.H Ahmad Dahlan mendirikan sebuah perkumpulan dakwah yang bernama Muhammadiyah.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk menganalisis novel dengan meneliti sisi strategi dakwah K.H Ahmad Dahlan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul, “Analisis Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral (Strategi Dakwah K.H. Ahmad Dahlan).” (h.2 bersambung).
 

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Menurut Ulama dan Ahli Madzhab Musik hukumnya haram. Dan Bagaimana KH Ahmad Dahlan menjadikan musik dalam Berdakwah?, dan apakah dakwah yang selama ini dilakukan KH Ahmad Dahlan, Baik atau Batil.

    BalasHapus
  2. Menurut Ulama dan Ahli Madzhab Musik hukumnya haram. Dan Bagaimana KH Ahmad Dahlan menjadikan musik dalam Berdakwah?, dan apakah dakwah yang selama ini dilakukan KH Ahmad Dahlan, Baik atau Batil.

    BalasHapus