DULANGKU
HILANG, EMASKU LENYAP
Teater
yang diasuh oleh Siswandi dan Hasriyal ini memilih tema tentang tambang emas
karena isu tersebut sedang hangat-hangatnya dibahas di tingkat Kabupaten Solok
Selatan, Provinsi Sumatera Barat, dan bahkan sudah sampai ke Kaukus DPR-DPD RI.
Pemain
dalam seni teater tersebut hanyalah enam orang. Yaitu, Gina Katrun Nada sebagai
Mande, Wiki Wulandari sebagai Ayum, Anugrah Bobi Pratama sebagai Dulang,
Satrian Sastra sebagai Mamak, serta pemain figuran Fahmi Zikra dan Sukra, teman
si Dulang. Drama yang telah dimainkan dalam FL2SN tersebut merupakan ide cerita
dari Siswandi, S.Sn, dipanggungkan pertama kalinya pada 5 April di Gedung PGRI
Disdik Solsel di Padang Aro.
Pembina
Teater SMAN 3 Solok Selatan Hasriyal menceritakan, alur cerita dimulai dari
kisah kehidupan Dulang dengan mandenya. Dulang merupakan satu-satunya anak
lelaki dari pejuang kemerdekaan. Ayahnya telah lama meninggal, maka tinggallah
dia dengan mande yang buta dan saeorang adik perempuannya bernama Ayum. Mereka
hidup dalam kekurangan. Rumah centang perenang, dan terkesan kumuh.
Ketika
Dulang terputus sekolahnya karena tidak ada biaya, ia berkeinginan untuk
merawat ibunya. Hari demi hari ia lewati dengan kehidupan yang sulit. Suatu
ketika, Dulang berkeinginan membahagiakan mandenya. Karena daerahnya yang kaya
emas, maka Dulang dengan dua orang temannya pergi ke lokasi pertambangan
mendulang emas. Dorongan bagi Dulang untuk pergi ke lokasi tambang emas karena
ingin membantu orang tua menafkahi keluarga. Mandenya yang ditinggal suami, dan
kini dalam kondisi buta, sedangkan adiknya akan sekolah. Desakan itulah yang
memotivasi Dulang pergi manambang emas, yaitu ingin mengoperasi mata mande dan
ingin menyengolahkan adiknya.
Dalam
drama tersebut, Dulang sudah berbulan-bulan pergi ke lokasi tambang, namun
tidak ada kabar beritanya. Mande dan adik Dulang setiap hari menanyakan kepada orang-orang
yang juga menambang emas di lokasi tambang. Akan tetapi tidak seorangpun yang
mengetahuinya. Dalam kondisi tertekan penuh kesedihan itu, datanglah Mamak si
Dulang ke rumah Mande. Ia ingin menggadaikan harta pusaka, berupa tanah
warisan.
Dialog
demi dialog, dengan kondisi tidak berdaya Mande si Dulang kalah dari perebutan
warisan itu. Padahal, Mande ingin mempertahankan tanah tersebut karena
mengingat anak perempuannya Ayum masih ada. Lagi pula, jika tanah tersebut
dijual Mamak, bagaimana dengan si Dulang yang belum pulang menambang. Apakah ia
setuju atau tidak, tetapi Mamak tidak peduli.
Akhir
cerita, Dulang datang ke mimpi mandenya. Dalam mimpi itulah Dulang menyampaikan
bahwa dirinya sudah tidak ada lagi (meninggal dunia-red). Mendapatkan mimpi
yang demikian, Mande langsung menceritakan kepada putrinya, adik si Dulang
bernama Ayum. Merekapun meratapi bersama, sembari mengucapkan “dulangku
hilang, emasku lenyap.”
Yang
menarik isu dalam drama teater SMAN 3 Solok Selatan adalah para siswa berani mengangkat
persoalan tambang emas yang sedang marak di daerah itu. Para pelaku tambang
emas ini, mulai dari lapisan masyarakat biasa, pengusaha hitam, dan investor
nakal.
Kalau
lapisan masyarakat biasa, inilah yang menggunakan Dulang untuk menambang emas secara
tradisional. Sebagian mereka ada yang menggunakan mesin dompeng. Penghasilan
menambang dengan menggunakan Dulang dan dompeng memang untung-untungan. Untuk
kondisi saat ini, dua cara penambangan ini bergantung kepada hasil galian alat
berat (eskavator). Akan tetapi, sekali panen para pendulang dan dompeng, bisa
mendapatkan emas berkilo-kilogram juga. Namun bisa dikatakan sangat jarang.
Sedangkan
pengusaha hitam, ini tergolong pada masyarakat yang sudah naik status, karena
bisa menyewa alat berat untuk menambang. Padahal, asal mula ia menambang emas
hanya menggunakan dulang atau dompeng. Mereka dikatakan pengusaha lokal, karena
kebanyakan mereka adalah orang-orang Solok Selatan. Mereka merental eskavator
untuk menggali emas di dasar sungai Batang Hari, kemudian hasil galian itu
dikelolah dengan dompeng yang banyak. Pengusaha nakal ini ada yang berasal dari
pejabat, aparat, dan oknum masyarakat.
Tidak
hanya pengusaha lokal, bahkan ada yang berasal dari provinsi lain. Namun mereka
masih tergolong pengusaha nakal, karena tidak mengikuti prosedur administrasi
yang sah dalam berinvestasi atau usaha di daerah lain.
Sementara
itu, ada investor nakal yang ikut menambang emas di Solsel. Dikatakan investor
nakal, karena mereka pada prinsipnya adalah ingin menanamkan modal
(berinvestasi) di daerah ini. Namun, belum lengkap administrasinya malah sudah
beroperasi. Atau, beroperasi tidak berdasarkan tahapan-tahapan izin sesuai
undang-undang yang berlaku.
Kembali
ke cerita dalam drama teater Dulangku Hilang, Emasku Lenyap. Kisah kehidupan
Dulang, menggambarkan kondisi kehidupan sosial masyarakat Solok Selatan pada
umumnya. Dulang digambarkan hidup serba kesulitan, berada dalam kemiskinan, dan
ditekan oleh kekuasaan Mamak. Demikianlah dulunya, ketika para investor mulai
melirik bisnis emas di daerah ini. Dengan mudahnya, kekayaan alam yang
mengandung emas dikuasai dan dimiliki oleh investor asing. Semenatara, isu
ninik mamak sudah merekomendasikan percepatan izin investor asing itu terus
berkembang. Inilah yang digambarkan dalam cerita drama itu, yang mana Mande
Dulang yang berada dalam kebutaan dan miskin, malah Mamak masih juga ingin
menggadaikan tanah, tanpa memikirkan masa depan kemenakannya.
Sedangkan
kondisi kekinian, masyarakat yang menambang emas dengan menggunakan dulang,
apalagi mesin dompeng, merasa ditakut-takuti dengan adanya razia oleh aparat
kepolisian dan tim terpadu. Memang mereka tidak dilarang, tetapi mereka tetap
ketakutan karena polisi razia. Sementara di sisi lain, para pengusaha hitam dan
investor nakal masih saja mengaruk emas dengan menggunakan peralatan yang telah
dilarang oleh pemerintah daerah. Inilah sebenarnya pesan yang dilontarkan
masyarakat, seakan terwakili oleh ungkapan dulangku hilang, emasku lenyap.
Masyarakat yang menambang dengan menggunakan cara-cara tradisional, dulang,
ketakutan dengan adanya isu razia, sehingga ekonomi mereka terganggu.
Sedangkan, pengusaha hitam dan investor nakal tetap beroperasi mengaruk emas Solok
Selatan dengan hitungan puluhan kilogram setiap harinya. Inilah yang ditunggu
masyarakat umum Solok Selatan, mengembalikan kekayaan alam daerah untuk
kesejahteraan masyarakat pribumi. Semoga. (Icol Dianto).
0 Komentar