MERAJUT KHATULISTIWA
WISATA BUDAYA TUANKU IMAM BONJOL
Apa nilai wah Menara Eifel di Paris,
hanya besi baja yang disusun tinggi oleh orang-orang terdahulu. Apa indahnya
monas, tugu terbuat dari semen yang terletak di kebisingan arus lalu lintas di
ibu kota Negara. Akan tetapi, dengan sentuhan kreativitas sektor wisata, jutaan
orang berkunjung ke Menara Eifel atau monas hanya untuk berfoto-foto.
TIDAK KALAH Kabupaten
Pasaman yang memiliki objek wisata sejarah dan budaya. Salah satunya objek
wisata budaya museum Tuanku Imam Bonjol.
Jalan-jalan ke Museum Tuanku Imam
Bonjol, anda menemukan tiga nilai yang tinggi. Pertama, Museum Tuanku Imam
Bonjol yang menyimpan rekam sejarah perjuangan pahlawan nasional Tuanku Imam
Bonjol. Kedua, equator merupakan perlintasan khatulistiwa yang ditandai miniatur
bola dunia yang memiliki wujud tanpa bayangan. Ketiga, keindahan alam di
sekitar.
Nilai jual yang tinggi objek wisata ini,
didukung akses transfortasi yang lancar dan mudah dijangkau serta adanya
lokasi-lokasi wisata budaya dan alam yang bisa dipadukan. Seperti adanya
benteng pertahanan Tuanku Imam Bonjol, sumber air panas alamiah sekitar 2 km
dari museum.
Yang paling menarik minat adalah sejarah
Tuanku Imam Bonjol. Setelah membaca sejarah di buku-buku dan situs online,
tentu seseorang lebih tertarik lagi berkunjung langsung ke lokasi. Karena
mendengar saja tidaklah memuaskan kalau tidak pernah melihat, melihat saja
tidak lebih puas bila tidak menyentuh peninggalan-peninggalan bersejarah dalam
perjuangan Tuanku Imam Bonjol.
Museum Tuanku Imam Bonjol satu lokasi
dengan lokasi titik kulminasi atau disebut dengan equator. Ketika anda sampai
di lokasi di Nagari Ganggo Mudiak Kecamatan Bonjol, di tepi jalan lintas Bukittinggi-
Sumatera Utara, tertulis YOU Are Crossing
The Equator; Anda Melintasi
Khatulistiwa.
The Equator dilengkapi dengan tugu
miniatur bola dunia, jembatan perlintasan jalan, dan goa dunia. Jembatan
perlintasan ini lurus menuju gerbang museum. Sebelum sampai di museum, ada tugu
pahwalan Tuanku Imam Bonjol sedang menunggangi kuda.
Taman yang memiliki nama cetar membahana
itu namun sudah mati warna. Kondisi ini mengingatkan anda pada film horror
yang bertemakan hantu.
Taman yang luas namun sepi pengunjung,
museum yang gagah namun nuansa ghaibnya tinggi. Museum berlantai dua itu gelap,
lukisan perjuangan Peto Syarif menghiasi dinding-dinding. Senjata golok
panjang, tongkat pedang, keris, dan tombak terpajang di peti-peti kaca.
Tidak satupun lampu yang hidup, museum
yang serba hitam itu, cat dinding cokelat kehitaman, kaca gelap kehitaman, ruangan
tak pakai lampu juga gelap kehitaman, lukisan lama juga ada nuansa hitam, dan
alat-alat peninggalan seperti keris, golok, meriam, ladiang panjang, dan
tombak, semuanya masih warna lama yang punya corak warna hitamnya. Menyontak
perasaan takut pengunjung, kalau-kalau kesurupan di lokasi.
Kondisi ini menggelitik di benak semua
orang yang pernah berkunjung ke tempat ini. Pasaman yang sepi objek wisata,
tetapi pengunjung objek wisata pun sepi. Apakah minat wisata masyarakat yang tidak
ada, bagaimana membangkitkannya. Atau, tempat wisatanya yang tidak bernilai jual.
Wawancara khusus Harian Haluan dengan Pelaksana
Tugas Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Bujang di ruang
kerjanya, mengakui masih rendahnya minat masyarakat di sector wisata.
Pihak Dinas Budparpora pun ingin
mengelolah wisata tersebut secara profesional. “Kita sudah usulkan pembangunan
wisata tersebut, kata Kementerian Pariwisata, segera dibangun wisata pendidikan
di Bonjol pada 2015,” terangnya.
Objek wisata yang representative, perlu
memikirkan kelengkapan akomodasi dan paket wisata. Misalkan paket wisata,
banyak situs-situs sejarah di Pasaman. Kalau dibuat miniaturnya di lokasi yang
luas di bonjol itu maka pengunjung yang tidak sempat mengunjungi yang asli,
mereka sudah cukup menyaksikan tiruannya saja.
Kemudian, akomodasi berupa penginapan
sederhana jika tidak bisa yang eksklusif. Kemudian untuk oleh-oleh, bisa
diberdayakan kelompok UKM sebagai penyedia makanan khas pasaman dan pengrajin
untuk membuat miniatur patung Tuanku Imam Bonjol berkuda.
Semua itu tidak sederhana dan semudah
itu, memang. Perlu keseriusan leading sektor pariwisata untuk menggenjotnya. Koordinasi
dengan sektor UKM juga sangat penting. Jika memang untuk pengembangan tidak
bisa lepas dari dukungan investor, itulah tujuan utama dinas pariwisata saat
kunjungan kerja ke provinsi yang telah maju wisatanya. Mempelajari konsep mereka
yang lebih dahulu maju dan mengaplikasikan di daerah dia berdinas.
Apalagi sebentar lagi, start Tour de
Singkarak (TdS) stage 5 titik lokasinya di taman bermain Tuanku Imam Bonjol tersebut.
Maka secara perlahan dan pasti, merajut khatulistiwa bisa menjadi icon
sekaligus penggairah wisata Pasaman. Semoga.
0 Komentar